“Baik, meeting
kita sampai di sini saja. Maaf jika kalian harus repot bergegas ke kantor di
hari libur. Sampai ketemu lusa dengan ide-ide segar untuk proyek komersial
Ramadhan nanti.”
“Mas, udah selesai?
Kalau bisa, secepatnya kemari! Alifa rewel gak mau mulai acara sampai kamu datang.
Ibu juga udah mulai gelisah.”
Aku terkekeh membaca pesan Mira di ponselku. Satu gelas air cukup
untuk mengusir dahaga sisa meeting
tadi dilanjut dengan tarian lincah ibu jari di layar ponsel.
“Sayang, aku on the
way. Tunggu saja ya, I love you.”
Aku bergegas ke ruangan menyimpan berkas sekalian menenteng
dua bingkisan berpita merah jambu. Satu untuk Alifa dan satu lagi untuk ibuku. Sampai ketemu, pujaan hatiku. Lirih
batinku disertai kecupan kecil pada sebuah foto berbingkai minimalis di meja.
Halaman rumah penuh warna, mulai dari dekorasi hingga canda
tawa. Ada ragam manusia di sana, dari balita sampai usia senja. Senyumku tak
henti terkembang karena sapaan juga do’a terbaik bagi Alifa dan keluargaku
tentunya.
“Mama … kuenya mesti Rina simpan di mana? Berat ini, Ma …
perasaan tiap Rina ulang tahun kuenya tak pernah sebesar ini.” Wajah manis itu
kini sedikit mengerut ada perasaan iri terpancar dari mata kakaknya.
“Sebentar, Ummi. Arina nampak kerepotan dengan kue ulang
tahun pesanan mas Fandi,” aku pamit dari salah satu perempuan paruh baya yang
sedari tadi merajut obrolan tentang perkembangan mengaji kedua anakku.
“Tak apa-apa. Anak adalah nomor satu dari sekian banyak hal
di dunia. Obrolannya masih bisa dilanjut kok,” jawaban lembut Ummi Hanifah
selalu membuatku kagum dan sedikit penasaran dengan keluarganya.
. . .
Tiupan Alifa mampu memadamkan lilin-lilin kecil di atas kue.
Tawa dan keceriaannya mengingatkanku pada Mira, istri tersayang.
“I love you,
Papaaaaa! I’m so happy! Ifa seneng
akhirnya ada beruang temen tidur!” pelukannya mendarat sempurna di badanku. Ada
isak tangis di pelukanku, milikku juga milik anakku.
I love you too, Ifa.
Semoga selalu jadi malaikat bagi kami, lirih batinku. Kulepas pergi si
kecil bermain bersama teman-temannya. Langkahku gontai menuju teras hendak
bertemu Ibu. Ini kali pertama Ibu merayakan ulang tahun bersamaan dengan Alifa.
“Selamat ulang tahun, Bu.”
Kecupanku mendarat di pipi kiri beserta pelukan hangat
setelah kucium tangan kanannya. Ada isak tangis di sana.
“Lihat. Fandi bawa apa ini?”
Ibu tercekat, dibukanya bingkisan itu perlahan. Kaset itu
dikeluarkan tanpa membawa serta kemasannya. Stereo usang miliknya memainkan
lagu-lagu The Beatles serta rekaman nyanyian sepasang kekasih. Tangis Ibu
menjadi ketika lagu kelima usai, diikuti tangisan perempuan paruh baya yang
baru kukenal, Ummi Hanifah.
“Fandi … anakku! Anakku!” suara itu kian mendekat membelah
keramaian menuju arahku.
Semua orang memandangku seperti melihat hantu. Pucat. Mira?
Dia kaget dan roboh seketika. Ibu hanya menangis tersedu.
Siapa perempuan ini? Jantungku
berdegup lebih cepat ketika aku dipeluknya penuh dengan isak tangis. Apa dia rahimku? Pemilik cap bibir dengan
goresan kaligrafi di sampul serta kaset itu? Ada perasaan hangat menjalar
seiring rasa penasaranku.
“Maaf harus menelantarkanmu. Ibu dan almarhum bapak tak
sanggup menanggung aib akibat kecerobohan kami.”
“Maaf”
Aku tercekat. Lenganku lunglai tanpa tenaga, kemasan kaset
itu jatuh seiring kenyataan yang kudengar.
495 kata
Byuh...
ReplyDeleteYa gini ini kalo main sembarangan dan ndak berpikir panjang. Kasian jadinya anak-anak bingung dia ada di garis keturunan yang mana -"-
iya mbak
Deletemas Fandi bingung tujuh keliling tuh
semoga aku jangan sampai bingung dari garis keturunan yang mana ^__^d
Deletenah lho...
ReplyDeletesaya aja shock mbak pas tau kenyataannya. #lho
Deletehihihihi... teh rindrianie jadi ikutan Nah Lho ^___^d... aku juga ^^v
Delete::: Sampai ketemu lusa dengan ide-ide segar untuk proyek komersial Ramadhan nanti :::
ReplyDeletetsah keren banget ini dialog... aku dulu punya khayalan pengen banget bisa kerja begini, kayak di bidang advertising... kayak peran Kugy dalam perahu kertas. ^_^
::: Satu gelas air cukup untuk mengusir dahaga :::
kalau majas personifikasi udah keluar seperti ini, baru kerasa banget adem dan khasnya tulisanmu ^_^
::: menenteng dua bingkisan berpita merah jambu. Satu untuk Alifa dan satu lagi untuk ibuku :::
nah, siapa yang tak jatuh hati pada sosok pria seperti itu... Membungkus yang berpita, membagi pada wanita istimewanya ^_^
::: Senyumku tak henti terkembang karena sapaan juga do’a terbaik :::
Ada yang unik jika ada yang memasukkan unsur romantisme dan sentimentalisme seorang pria penyayang ke dalam deskripsinya..
::: perempuan paruh baya yang sedari tadi merajut obrolan :::
merajut? perumpamaan yang lagi lagi khas banget... caramu menganalogikan suatu kegiatan menjadi sebuah bentuk benda indah, itu sisi artistik dari kalimat.
::: Tangis Ibu menjadi ketika lagu kelima usai, diikuti tangisan perempuan paruh baya yang baru kukenal, Ummi Hanifah :::
kalimat ini adalah mula twisting yang menurutku dimaksudkan untuk kejutan. Tapi entah apa, aku butuh kalimat ini dipenggal di paragraf baru sama sekali. Atau, berilah aku satu kalimat berikutnya sebelum dialognya yang tiba-tiba menghambur... Aku sempat shock tapi diorientasi. ^_^
::: Pemilik cap bibir dengan goresan kaligrafi di sampul serta kaset itu? :::
Di sini aku melihat ide, gagasan, dan konsep yang berani unik sendiri. Keren sekali ^_^
Selamat yaaaaa....... akhirnya berapa? 495... hihihi.. pasti mepet2 banget mangkasnya demi #beraniCerita... Top lah ^_^d
hihi. alhamdulillah akhirnya bisa ikutan juga setelah jadi penikmat di 19 edisi sebelumnya. :D
Deleteternyata perjuangannya lumayan!
wah... ternyata. Kenyataan yang tersimpan dalam sebuah kaset.
ReplyDeleteiya mas ryan, kenyataan berupa cap bibir
Deletehihihi
bagian pertama hingga Alifa meniup lilin, baik-baik saja. Keningku mulai mengernyit setelahnya.
ReplyDeleteDimulai dari kalimat "langkahku gontai menuju teras..."
Menurut kBBI, gontai artinya berjalan lambat karena lemah, sakit. Nah, dalam pikiranku tokoh ini berjalan dengan tak semangat, padahal awalnya diceritakan in begitu antusias menyiapkan kado.
.
Lalu pada bagian menyerahkan kado. Si Ibu diceritakan langsung memutar kaset jadul dengan stereo bututnya. Jadi si Ibu kemana-mana selalu bawa stereo?
Yang terakhir tentang hadiah itu sendiri, kaset itu. Fandi memberi kaset usang beatles + rekaman suara orang? tujuannya? kenapa nggak kasih kaset baru aja?
Segitu aja deh, semoga nggak jadi sebel sama aku ya. Hehe.
ah seneng kedatengan tamu :)
Deletehihi, si fandi kecapekan mas riga. :D
fullday kerjanya :(
hihi
stereo itu part of party mas. :)
pesta tanpa stereo aneh. :(
saya gak sebel kok :D
Berapa anak-anaaaaaak? 495 kata buuu!
ReplyDeleteCadas, betapa 495 kata bisa merangkai sebuah cerita 'mulintir' yang utuh.
Here's my sok-sok-an review
Sampai ketemu, pujaan hatiku. Lirih batinku disertai kecupan kecil pada sebuah foto berbingkai minimalis di meja. --> Fandi alay ih :)))))))))))))))) #ngakak
Ada isak tangis di pelukanku, milikku juga milik anakku. --> suka banget kalimat ini.
Apa dia rahimku? Pemilik cap bibir dengan goresan kaligrafi di sampul serta kaset itu? Ada perasaan hangat menjalar seiring rasa penasaranku. --> keambiguan kalimat pertama tidak terlalu bisa diterima mahasiswa jurusan pendidikan biologi :P
hihihi
Deleteada keponakan tersayang euy :D
fandi gak alay, tapi dia hapal kalo ini akting dan disorot kamera. :p
baca berulang-ulang, baru ngeh...hehe...belum biasa ama cerita melintir...tapi kereeen...
ReplyDeletehihi
Deletesama, saya juga masih pusing buat bisa bikin twisted effect mbak
Keren-keren kejutannya. Yang kolak tadi, lalu yang ini :)
ReplyDeletetapi edisi ide, saya suka punya shabrina. :)
ReplyDeletekaset itu! ah out of the box deh!
ah, heiho tulisan keren keren begini mah. tulisanku masih apa adanya dibanding tulisan kamu hei. :)
ReplyDeleteaku masih belajar heyhoo. :)
Deletemumpung bersemangat aja nulisnya :3
Jadi di sini ada dua ibu? Bu Hanifah dan ibu angkatnya? Apa ibu angkatnya tahu kehadiran ibu Hanifah di acara ini? Cuma kebetulan datang atau memang sengaja diundang?
ReplyDeleteiya. :D
Deleteem... diundang dengan sengaja sama mamanya Alifa. :3
okeh....setelah dibaca dua kali baru ngerti.... *garuk2 kepala*
ReplyDelete"PEMIRSA, MAAF SAYA AGA TELMI....!"
hahay, maafkan.
Deletesemoga semakin bisa dicerna di tulisan berikutnya :D