Aku memutar badan dan pandanganku secara perlahan searah jarum jam sambil mengamati setiap lekukan ruangan ini. Dindingnya memang masih sangat baru, tapi di baliknya ada satu sosok bisu yang menjadi saksi ceritaku dengan seisi ruangan ini. Ruangan ini makin hangat seketika mentari mulai melawan rimbunnya dedaunan di sisi timur. Kaca-kaca itu pernah jadi sosok penjaga emosiku untuk tidak meninggalkan ruangan sebelum waktunya tiba. Kaca-kaca itu pula yang menjadi kanvas untuk telapak tanganku di setiap paginya.
Pandanganku sampai di sudut ruangan dengan singgasana yang anggun dan agung untuk seseorang yang menjadi panutanku. Singgasana itu lengkap dengan bunga plastik dan beberapa alat tulis seadanya. Sebelah singgasana itu, sebidang papan tulis putih penuh coreng-moreng ucapan Darwin telah memberiku banyak hal. Satu sosok hangat yang setia menaburkan benih bekal masa mendatang tanpa takut coreng-moreng.