Friday 26 July 2013

Aku Dan Si Binatang Jalang

sumber

101010

"Lagi dimana, Kak?" pesan singkat ibu menghentikan petualanganku di kampus gajah.

"ITB. Kenapa?" aku kirim balasan singkat.

"Tumben, ada apa di sana?" lanjutnya.

"Cuma lihat pasar seni yang empat tahun sekali, Bu."

"Ada yang menarik ga di sana????"

"Em... Ada perahu segede gambreng di sini sama stand-stand jualan."

"Oh. G ada yang menarik?" tanda tanya yang berkurang pertanda ibu mulai kehilangan ketertarikan.

"Ada satu stand yang kece. Baju sih, tapi kalo gambarnya Chairil Anwar jadi beda, kan?" tanyaku.

"TITIP!!!"


Tak ada lagi pesan masuk setelah satu kata terakhirnya tadi. Aku yang terhenti di depan stand langsung mencoba melakukan tarik-menarik harga untuk dua baju bergambar sosok si binatang jalang tersebut. Negosiasi termasuk alot. Barang yang hanya tersisa dua potong itu ternyata menarik minat pengunjung yang mampir.

"Kang, udah deh saya kasih diskon aja 170 ribu buat dua-duanya," tawar penjualnya.

"160! Ini ibu saya lho yang minta."

Kata ibu menjadi senjata mematikan yang sangat luar biasa. Harga satu potong baju bergambar banyak sosok itu adalah 95 ribu rupiah. Cukup mahal memang, tapi bahan dan kualitas sablon tidak murahan jadi layak dibandrol segitu.

Tanpa foto dan embel-embel yang tidak perlu, langsung aku laporkan keberhasilan mendapatkan kedua baju tersebut via sms. "Mission accomplished!"

"Nuhun"

.    .    .

260713

"Terima kasih telah memperkenalkan kakak dengan Chairil Anwar. Meski tidak sepandai beliau dalam merangkai kata dan menyampaikan maksud, semoga hari ini termasuk satu hari bahagia buat ibu. Selamat Hari Puisi Nasional. Selamat mengenang si binatang jalang."

Pesan yang cukup panjang itu terkirim langsung saat sahur tadi. Euforia tentang hari puisi nasional memang baru kurasakan tahun ini. Tagar Pesta Puisi yang digagas satu akun sosial di twitter sangat menggema. Setiap jam ada satu kata wajib yang muncul dalam puisi terdiri dari 140 karakter. Pesertanya adalah siapa pun yang ingin merayakan hari jadi sang pelopor angkatan 45, Chairil Anwar.

Siapa tak kenal dengan sosok penyair yang sangat fenomenal itu? Rangakaian kata perkata miliknya mampu membekas di ingatan setiap orang. Bagaikan sebuah peluru yang ditembak dan mengenai sasaran, meninggalkan lubang menganga. Sepak terjangnya memang berdurasi singkat, tapi tiada yang bisa melupakan bagaimana karyanya sampai saat ini menjadi acuan.

Umurnya tak pernah mencapai kepala tiga. Namun berbanding terbalik dengan itu, karyanya melebihi angka lima puluh. Sebuah prestasi yang cemerlang untuk seorang seniman yang memulai di usia sangat muda. Tak sedikit pula karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing. 

Kumpulan puisinya dicetak dalam tiga judul buku, Deru Campur Debu (1949), Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949) serta Tiga Menguak Takdir (1950) kolaborasi bersama Asrul Sani dan Rivai Apin. Ketiga buku itu pula yang tersusun rapi di lemari milik ibu.

6 comments:

  1. Tarik menarik harga << ini, jarang dipake dan menarik banget dipake disini
    TITIP << antusiasm yang tinggi keliatan banget , wow *ikut kaget bacanya*
    Ulasan ttg Chairil Anwar di bagian akhir menyenangkan. "
    Umurnya tak pernah mencapai kepala tiga. Namun berbanding terbalik dengan itu, karyanya melebihi angka lima puluh. " << Kontradiksinya keren abbiisss..
    Do! Great! Nice!

    ReplyDelete
    Replies
    1. uwoooo
      ada yang ngasih ulasan juga :O

      Delete
    2. Mwihihi.. Gapapa ya ya ya :p
      Nice loh yg ini. Santai gt tulisannya *seribu jempol deh* :)

      Delete
  2. Oh G! Hish, bahasa ibu masa kini, nih!

    Hari Puisi Nasional? Baru tau tahun 2013 ini!

    Tulisan ini! Non atau fiksi?

    ReplyDelete