Monday 22 July 2013

[FIKSI MINI] Enam Tiga Puluh

“Om, apa kabar? Sehat?” pertanyaan itu menelusuri indera pendengaranku.

“Sehat. Manyu apa kabar? Jadi pulang hari ini sama papa Randi? Om tunggu di rumah ya …”

Kusimpan ponselku di dekat lampu tidur, bersebelahan dengan segelas air penawar dahaga jika terbangun dari mimpi. Tak jauh, satu jam digital menunjukkan angka 6:30. Ada sakit yang menjalar dalam aliran darah, ada sesak yang memenuhi rongga dada. Sembilan tahun.

.    .    .


Jika aku harus terbangun,
itu karena ada mimpi yang kau wujudkan pagi ini.

Arini

19/05/2007
06:30

Pesan singkatnya menghilangkan kegugupanku menghadapi hari ini. Ada senyum terkembang dari ibu yang sudah mengantarkanku hingga fase ini. Tersemat rasa rindu ayah dari bulir air yang menelusuri wajah abang. Aku akan melepas bahtera takdir dari pelabuhan bernama keluarga Kuncoro menuju dermaga kecil bertuliskan Arifin.

“Ibu. Abang. Zaki mohon do’a restu,” tak bisa kutahan laju air dari kedua mata, tangisku menjadi. Dekapan mereka melemahkanku.

“Kamu, pasti bakal jadi suami dan ayah yang hebat kelak, sama seperti almarhum ayah.”

.    .    .

“Cukup! Kita bubar! Aku kecewa sama kamu! Mana bisa jadi suami dan ayah yang bener kalo menenangkan aku saja kamu gak becus! Cih!” teriakan itu cukup menurunkan nyaliku, membuatku berpikir apa aku memang sebego itu. “Tololnya lagi, ini masih terlalu pagi untuk memulai pertengkaran! Aku butuh suntikan semangat, bukan komentar hambar tentang fotoku yang menjiplak punyamu!” lanjutnya dengan nada tak mau turun hingga penghuni kamar lain melihatku mematung dengan wajah pucat pasi.

Kusibak sweater di lengan, ini memang terlalu pagi untuk memanaskan suasana. Tampaknya aku memang bodoh. Gumamku dalam sambil tetap mematung di depan pintu.

Aku memang terlihat seperti orang bodoh,
tapi itu tak sedikitpun menurunkan niat untuk mencoba mengerti kamu
atau menyayangimu.

Zaki

04/04/2006
06:30

.    .    .

Kini aku terpisah dinding tebal dan hanya bisa merapal puluhan do’a, semoga bisa jadi mantra ampuh untuk kedua nyawa di dalam. Kakiku tak bisa berhenti menghentak seiring masih belum adanya kepastian dari dalam. Sementara itu dari kejauhan ada derap langkah yang bisa kukenali pemiliknya, ibu dan bang Randi.

“Gimana? Udah?”

Pertanyaan itu hanya mampu menghentikan hentakan kakiku sesaat. Aku hanya menggeleng dan diikuti lagi dengan irama hentakan kaki. Ya Rabb, berikan yang terbaik bagi hamba. Jemariku berpagut, mataku memejam kuat. Ada anyir dalam mulutku, ini pasti karena gigitanku keterlaluan.

“Oooooaaaaaaa… Ooooooaaaaaaaa…” ada jeritan melengking dari dalam. Ada pujian terlontar dari aku, ibu dan abang.

Ada pelukan dan tangis bahagia. Ada lalu lalang para suster di depan mata. Dadaku sesak seketika. Kenapa semua panik? Ada apa ini? Pertanyaan itu berulang kali mengelilingi ruangan di kepalaku. Kembali, kami merapal do’a.

“Keluarga ibu Arini?” bibirnya mencoba tersenyum, tapi tatapannya tak bisa menyembunyikan berita lain. Aku mengendus berita buruk di sini.

“Iya, Dok? Bagaimana kondisi bayinya?” ibu memecah kekakuan.

“Selamat, cucu anda laki-laki …”

“Istri saya, Dok?” jantungkumulai tak stabil, detaknya kian tak karuan.

“Maaf, kami sudah berusaha. Proses persalinan yang terlalu lama, terlalu banyak kehilangan darah. Saya turut berduka cita.”

Kriiiiiing… Kriiiiiiiiiing…

Wedding Anniversary
19/05/2009
06:30

“Berikan dia nama Abimanyu agar tak kenal takut, aku harap abang mau membesarkannya.”

490 kata

NB : Judulnya diambil dari satu #FF punya mbak Mayya karena belum sempat ikutan Berani Cerita #1 jadinya ya belajar ikut tantangannya. :)

19 comments:

  1. well-crafted, meski mesti kerut2 kening dulu beberapa saat.. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. ahey
      nuhun udah mampir yah kumei! ;)

      you know me so well lah ya :D

      Delete
  2. keren, saya perlu banyak belajar nih gimana bikin cerita yg singkat namun keren begini

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih sudah mampir,
      saya juga masih belajar keras nih buat bisa lebih simpel dan sederhana

      Delete
  3. Agak pusing bacanya. Runutan ceritanya 2007 - 2006 - 2009. Berarti plotnya maju mundur maju ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaaaaa. maap ya merepotkan pembaca. :p
      lagi kena efek summer :D

      sebenernya kalo baca utuh bisa jadi begini, 2018 - 2007 - 2006 - 2009 :)

      terima kasih sudah mampir

      Delete
    2. Pemilihan kata nya simple, mudah dimengerti. Tapi alurnya bener2 menakjubkan. Wow. Baca ke bawah, naik lagi cuma utk liat taun. Lagi" di ending harus mikir sebentar. Nice writing, harus belajar sama si penulis.. :)

      Delete
    3. maap ya kalo kerepotan buat bisa mencerna plotnya. >.<

      Delete
    4. Tak apa. Kan itu style penulisnyaaa.. :p
      Terus bikin twisted ending yg keren2 kang!!

      Delete
    5. ehe...
      makasih supportnya mbak tara. :3

      Delete
  4. Bangun-bangun, baca ini..
    Langsung merasa aku nggak punya bakat nulis ("_ _)
    *aslinya

    ReplyDelete
    Replies
    1. ini pasti efek masih ngantuk deh
      matanya masih sepet, kepalanya masih pusing akibat kurang tidur

      minum dulu sanah!

      Delete
    2. Hooo
      Udah bangun bener?
      Semua bisa nulis, udh mampir jg ke rumah kalimat nya mba nisa. Meninggalkan sebuah catatan di heart trip. :) keren" loh. Suka.pemilihan kata kang arai sama mba nsa beda, tapi sama2 hebatnya. Kudu berguru sama kalian kayanya.. *gantian ngerasa blm mahir menulis* #plak :))

      Delete
  5. ::: Aku akan melepas bahtera takdir dari pelabuhan bernama keluarga Kuncoro menuju dermaga kecil bertuliskan Arifin. :::
    jangan jangan kalimat ini yah yang bikin pembaca bisa mengernyitkan dahi. hihi.. Tapi aku suka pemilihan kalimat seperti ini. Khas. Karena kalimat ini bisa memberikan bentuk berbeda dari kalimat sederhana yang lazim orang pakai. Hasilnya? lain sendiri.

    ::: “Cukup! Kita bubar! Aku kecewa sama kamu! Mana bisa jadi suami dan ayah yang bener :::
    nah nah nah... ternyata teror itu sudah dimulai. Kali ini, pembaca mulai meraba lewat dialog. Biasanya, karena ketidakpahaman pembaca akan deskripsi, bisa sangat tertolong oleh adanya dialog. Apalagi jika mengundang teror ^_^

    ::: 04/04/2006 06:30 :::
    impressive!!! Mungkin sedikit yang menyadari ada kekuatan rima dalam tulisan ini. Bahwa sesuatu terjadi tentang enam tiga puluh pagi... Tanpa mengingat judulnya pun, aku ngeh kok kalo ini punya irama dalam hal waktu dan pesannya di setiap waktu yang sama. Cool!!

    ::: Kini aku terpisah dinding tebal dan hanya bisa merapal puluhan do’a, :::
    ahahaha, selamat buatmu karena gemar memberikan makna ganda dari sebuah kalimat. Betapa tidak, setiap penulis berhak memberi kalimat "nyentrik" dalam tulisannya. Biarlah yang membaca membayangkn dan menduganya sendiri. Tembok apa gerangan yang sedang dihadapi sosok ini. ^__^d

    ::: Berikan dia nama Abimanyu agar tak kenal takut, aku harap abang mau membesarkannya :::
    kali ini aku bisa bilang, endingnya sempurna.... kali ini aku bisa bilang, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu akhir. This is! ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. aih, ndak nyangka yang ini dapet apresiasi sama kerennya

      rimanya berganti dengan angka, beda dari biasanya

      dan endingnya memang paling pas dari semuanya

      Delete
  6. Gue suka nih kayak tulisan2 sbelummnya ... Walo ada beberapa kalimat yg ambigu dan bermakna lebih dari satu! Mungkin itu yg bikin bingung beberapa! Tp endingnya keren! Gaya tulisannya bagus! ;-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya nih mas
      ambigunya masih belum lepas
      kebiasaan nulis ngalir

      tapi kalo lepas total si ambigu malah mengerikan

      btw, makasih udah mampir

      Delete
  7. gak abis pikir.
    nguras otak euy bacanya
    keren
    keren juga komentarnya mba'wid..emang beliau editor handal :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. jangan terlalu dipikirin mbak nuyuy. :|
      kan kalo otak mbak nuyuy dikuras ampe habis saya yang berabe jadinya. :D

      Delete