Jika
kuperhatikan, sudah satu minggu konten televisi dijejali dengan iklan seputar
Ramadhan. Rasanya setahun kali ini lebih cepat berlalu. Ramadhan sudah kian di
pelupuk mata, mendekat seiring aroma wewangian khas kesehariannya semakin
terasa di panca indera. Bulan yang satu ini memang sangat dinanti kedatangannya
oleh setiap muslim di dunia tidak terkecuali aku. Satu bulan penuh berkah tanpa
kurang keistimewaan di setiap detiknya. Adalah hal yang wajib bagi setiap
muslim untuk melaksanakan puasa sedari waktu imsak sampai adzan maghrib
berkumandang. Dan itu selama satu bulan penuh lamanya.
Siapa
tak rindu dengan Ramadhan? Setiap harinya ada kenangan seindah mutiara terpatri
dalam hati. Jika sudah seperti itu, momen hari pertamalah yang akan selalu
dirindukan. Bagaimana tidak? Memulai Ramadhan dengan berangkat tarawih bersama
satu rombongan bagai pasukan perang lengkap
beserta atribut dan papa sebagai panglima. Sahur pun tak kalah menarik,
selalu ada rengekan kemalasan milikku juga adik jika dibangunkan oleh sang
wanita perkasa, mama. Maka membatalkan puasa adalah paling berkesan dari
semuanya, di mana penyakit lemah, letih, lesu, dan lunglaiku tiba-tiba hilang
dalam hitungan detik tatkala kumandang adzan maghrib menggema.
Kini,
kepalaku dipenuhi rindu menggebu akan sisa-sisa ingatan tentang Ramadhan di
kampung halaman. Bukan cuma aku, siapa pun yang sedang menjejak di tanah rantau
untuk menimba ilmu ataupun mencari nafkah mulai menatap nanar masa lalu.
Ini
tahun keduaku menjalani Ramadhan di perantauan jauh dari keluargaku bahkan
kamar kesayanganku. Tak ada yang salah disini, toh aku sudah memilih. Jadi jika
hatiku sangat merana karena kerinduan yang teramat sangat pada keluarga, itu
adalah buah dari pilihan.
Bagiku,
Ramadhan adalah saat dimana aku bisa duduk satu meja bersama semua bagian
keluargaku, manakala sahur atau berbuka. Ini tentang kebersamaan sederhana
penuh makna, nikmat dan terasa istimewa. Ada ritual menyiapkan hidangan penuh
aroma menusuk penciuman, rapalan do’a ketika hendak memulai santap masakan
sampai membersihkan perlengkapan makan kembali seperti semula semuanya
dilakukan bersama.
. .
.
Aku
ingat, pagi itu hari masih sangat gelap. Jauh sebelum ayam jantan di sekitar
rumah berkokok dengan nyaring dan perkasa, mama sudah bangun. Tak ada trik jitu
supaya bisa bangun sepagi itu, hanya insting tajam seorang perempuan untuk
menyiapkan santapan sahur bagi keluarga. Rasa malas menggelayut di pelupuk mata
berwujud makhluk bernama kantuk. Susah payah kami bisa sampai meja makan yang
dipenuhi ragam masakan hasil racikan mama. Bermula dengan do’a yang dipimpin
papa, kami mulai santap sahur. Sayup kudengar celotehan menghiasi meja makan
dengan riang mulai dari bahasan tentang kegiatan nanti siang sampai menu
berbuka puasa. Selalu menyenangkan.
Santap
sahur usai. Adakala dimana kami langsung berpencar ke masing-masing ruangan
untuk persiapkan keperluan beraktifitas atau sekedar berkumpul menghangatkan
ruang keluarga menikmati acara pagi. Imsak diberitakan, tak lama setelah itu adzan
subuh berkumandang. Kami beranjak mengambil wudlu dilanjut shalat berjama’ah.
Tak ada hal indah melebihi satu pagi yang dilalui secara bersama-sama satu
keluarga.
Waktu
ashar merupakan saat dimana orang ramai turun ke pasar kaget yang ada hampir di
setiap sudut jalan. Pasar dadakan ini tumpah jika Ramadhan tiba, menu yang
ditawarkan hampir sama, sajian manis untuk membatalkan puasa. Pandanganku
beredar cepat melihat sekeliling, ada yang sedang mencari minuman manis dan
menyegarkan juga makanan dengan harga murah sampai berharga lumayan. Tapi
santapan yang paling dinanti selama Ramadhan adalah kolak pisang dengan bonus
beberapa buah kolang-kaling. Itu baru disebut makanan paling nikmat sedunia,
tentunya diracik oleh mama dengan penuh cinta untuk semua anggota.
Berbeda
dengan bulan-bulan biasa, Ramadhan merupakan waktu dimana aku bisa melakukan
ragam kegiatan bersama-sama lebih sering dari biasanya. Bayangkan, mulai dari
mata terbuka sampai tertutup yang kutemui adalah utuhnya keluarga. Terasa
istimewa ketika itu dilalui selama satu bulan lamanya.
Ada
hal lain yang tak kalah menyenangkan, berbuka puasa bersama keluarga besar. Bayangkan
saja bagaimana ramainya jika satu marga keluarga tumplek dalam satu acara. Aku
selalu menikmati momen ini, berpakaian rapi sedari rumah sambil membawa
makanan, menatap lekat jalanan yang penuh sesak dengan para pencari ta’jil.
Kali ini macet seolah hal yang bisa aku tolelir hingga sampai di rumah nenek.
Riuhnya perbincangan menghiasi pendengaran, bisa kurasakan bahwa sudah ramai
sanak saudaraku di dalam sana. Ada satu menu spesial di sana, satu panci kolak
durian didampingi ketan yang tentunya siap diserbu setiap orang. Siapa lagi
yang menyiapkan kalau bukan nenek tercinta memenuhi permintaan kami
cucu-cucunya.
Ramadhan
sudah hampir di ujungnya. Syawal kian mendekat, pertanda hari raya akan segera tiba.
Persiapan dilakukan untuk menyambut Idul Fitri
juga mudik. Tradisi untuk kembali ke kampung halaman bersilaturahmi
dengan handai taulan. Kata mudik mungkin untuk disematkan pada mereka yang
sedang di rantau. Tidak bagi keluargaku. Kota ini adalah rumah.
Aku
hanya bersiap untuk menyambut kedatangan hari raya dengan segala kemegahannya.
Kegiatan utama menjelang Idul Fitri adalah menemani mama berburu beragam
kue-kue untuk memenuhi toples kaca yang sudah dibersihkan hingga mengilap dan
tampak cantik.
Ini
masih Ramadhan, namun sudah mencapai penghujung. Kehangatan masih terasa bahkan
semakin besar jika mengingat akan segera berpisah dengannya dan berganti raya.
Aktifitasnya masih sama, dimulai santap sahur sampai tarawih bersama. Hanya
saja kini sudah sampai di penghujung dan hendak berganti takbir. Kesibukan mama
masih sama, meracik hidangan buatku dan keluarga, hanya saja sudah berganti
jenis karena hendak raya.
. .
.
Ramadhanku tak lagi
sama, menu-menu khas yang biasa
dihidangkan mama berganti dengan makanan seadanya cukup untuk mengganjal perut.
Ramadhanku tak lagi sama, celotehan riang diiringi canda tawa menanti imsak
berganti dengan tukar pesan dan kabar di ponsel untuk membunuh rindu ala
kadarnya. Ramadhanku tak lagi sama memang, tapi hangatnya masih bisa kurasakan.
Rindu Ramadhan di kampung halaman.
#Tulisan kolaborasi dengan satu adekku Reiny yang muncul karena kerisauan dari kakaknya, Intan karena sudah buka blog tapi tidak jadi terus untuk menulis. :)
Teruntuk kalian yang sedang di perantauan, semangat ya!
Perfect!!!! Ini keren abis.. Kolaborasi yang WOW. Ramadhan :)
ReplyDeleteUntuk adek sayang, Reiny, semangat yaaa. Ramadhan di rantau, akan selalu ada cerita. Buat cerita2 hebat bukan untuk membuat sejarah, tp untuk membuat perbedaan. Jangan pernah ragu.
Buat kakang yang paling males liat adeknya ini diem, makasi yaaaa.. Keep inspiring, keep creativ. Buat rumah2 baru. Renovasi lagi rumah2 yang kurang pas. Biar cantik. Selalu suka semua karya2 dan ide berserta syaratnya.. Hhaha
You both.. Ga ada yang lebih indah daripada melewati Ramadhan dirumah sama keluarga. Dan ga ada yang aku tunggu di Ramadhan taun ini kecuali PULANG. :')
Pulang!
DeleteIyaaa
DeleteSekarang, rumah, ramadhan, bahagia :3
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete