Aku tiup lilin-lilin yang menerangi wajah cantikmu. Aku
bahagia karena tangga ini masih tetap mengikat kebersamaan kita dalam rupa
tangis dan tawa. Sepuluh tahun sudah berlalu dengan kamu sebagai teman hidup.
Durasi yang cukup lama untuk menghabiskan malam dengan menatap langit penuh
gemerlap bintang.
“Tak perlu bertanya apa harapanku, ya?” tanyaku lebih cepat
dari ekspresi wajahmu yang penasaran melihat bibirku komat-kamit. “Ada namamu serta
namaku bersanding dalam panjatku malam ini,” lanjutku.