Wednesday 31 August 2011

surat untuk tuhan


tik . . . tok . . . tik . . . tok . . . tik . . . tok . . .

Pagi ini masih teramat dingin untuk membuka mata menerima dunia. Kamarku memang terang benderang dihiasi sinar neon. Tapi, di luar sana aku yakin masih terlalu gelap untuk melakukan perjalanan. Kuraih jam tangan yang biasa kusimpan di bawah bantalku baru menunjukkan jam empat pagi. Caranya menyeret waktu terkesan kasar di telingaku karena dia memang jam yang sudah uzur.

Mataku baru saja terpejam dua jam lalu dan kini harus terbuka dengan perasaan sesak tak karuan. Nafasku memburu, jantungku derdetak terlalu kencang tak wajar dan perasaanku sedikit cemas, kalut, takut serta sedikit tak percaya. Selama ini aku selalu terbebas dari gangguan mimpi buruk dalam tidurku, karena selalu ada mantra yang kubaca sebelum menjelang memejamkan mata.

Thursday 18 August 2011

sepucuk surat untuk indonesia

Yang kami cintai
Negeriku, Tanah Airku, INDONESIA
di
koordinat 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BB - 141°45'BT bola dunia

--------------------------------------------------------------------------

Tuesday 16 August 2011

kabur, bukan hilang

blurism
Sore hari, semuanya menjadi hiruk pikuk. Penuh sesak tak bercelah. Jalan raya kota ini menyempit seketika tanpa peringatan. Peluit melengking di kiri kanan jalan memberi  arahan bagi yang hendak menepi. Klakson saling bersahutan tak karuan penuh ketidaksabaran. Mulut pun tak mau kalah berirama, mereka teriak dengan berbagai ekspresi. Marah dan kesal seolah sudah biasa.

Kota ini kian sendu, setiap sudutnya kini berganti warna. Ufuk barat mulai menampilkan pesona senja nan rupawan. Sementara di timur gelap mulai menyandera ceria kota secara perlahan. Satu persatu kendaraan roda empat mulai menyalakan head lamp. Karena sepasang mata tak awas dan temaramnya lampu jalan tak lebih dari bantuan biasa saja.

Thursday 4 August 2011

i across the universe

Melancholy 
Selalu ada yang bernyanyi dan berelegi di balik awan hitam.
Semoga ada yang menerangi sisi gelap ini. 
Menanti seperti pelangi setia menunggu hujan reda.

Aku selalu suka sehabis hujan di bulan Desember




[efek rumah kaca - desember]


Alunan lirik milik salah satu band indie itu kian sering mengalun menghiasi tiap dinding kamarku beberapa hari terakhir ini. Tiap nadanya kini semakin jelas terngiang dalam ingatanku dengan berbagai kenangan yang terjadi di beberapa hari terakhir. Mataku perlahan terpejam mengikuti irama lagu yang dipantulkan oleh dinding-dinding kamar. Imajinasiku memainkan cuplikan not balok yang melayang pelan di sekitarku. Begitu anggun hingga aku memasuki dunia yang bukan milikku. Sebuah dunia yang tak di belenggu oleh dinding pembatas, begitu luas hingga aku bisa melihat tak ada ujungnya.