Tak ada yang berubah dari ibukota. Setiap waktunya
udara selalu tak bersahabat. Gerah yang teramat sangat sehingga membuat baju
dilumuri keringat. Nikmatilah, tak usah repot-repot menggerutu dengan
situasinya. Terkadang aku memaki efek udara ibukota. Tapi apa daya? Sudah
settingannya seperti ini. Tuhan Maha Kuasa, ditekan dengan temperatur sekian
derajat tubuhku beradaptasi dengan sempurna.
Aku tak pernah membayangkan jika tak memiliki
pori-pori di permukaan kulit. Mungkin saja badanku memuai seperti ribuan kabel
yang menjuntai menghiasi langit kota Jakarta. Bersyukur memang sudah sepatutnya
dilakukan, hanya saja aku ingin sekali menikmati malam di ibukota tanpa ada
kata gerah.
“Kamu mikirin apa?” tanya Dya padaku.