Monday 29 July 2013

[Berani Cerita #22] Tangga Saksinya

berani cerita


Happy anniversary, Sayang!” tawamu masih tetap sama seperti pertama kali kita jumpa.

Aku tiup lilin-lilin yang menerangi wajah cantikmu. Aku bahagia karena tangga ini masih tetap mengikat kebersamaan kita dalam rupa tangis dan tawa. Sepuluh tahun sudah berlalu dengan kamu sebagai teman hidup. Durasi yang cukup lama untuk menghabiskan malam dengan menatap langit penuh gemerlap bintang.

“Tak perlu bertanya apa harapanku, ya?” tanyaku lebih cepat dari ekspresi wajahmu yang penasaran melihat bibirku komat-kamit. “Ada namamu serta namaku bersanding dalam panjatku malam ini,” lanjutku.


“Iya.”

Wajahmu merona di bawah sinar purnama. Kamu tersipu dan mengurai tangis bahagia. Tapi ada gelisah dalam hatiku ketika nama lelaki lain tertera di ponselmu. Ini adalah hari ketujuh kulihat namanya di ponselmu. Aku pernah bertanya siapa sosok itu, kamu hanya berdalih sanak saudara yang bahkan tak sekali pun kau ceritakan. Aku tak pernah mengenalnya. Kamu memang pamit padaku untuk menjawab panggilan itu dan aku mengiyakan dengan hati tersayat. Aku terima.

“Tak terasa ya sudah dua belas tahun sejak pertemuan kita pertama kali di pernikahan sepupuku waktu itu,” aku berusaha menepikan kekalutan dalam hati. “Di sini, kita sering menghabiskan waktu. Mulai dari bermimpi bahkan sampai sudah terwujud pun selalu kita lalui waktu di tangga ini sambil menatap indah langit malam.”

“Iya. Taman ini, ah tidak. Tangga ini telah membuatku jatuh cinta, Sayang. Itu sejak mata kita saling bertemu dan mengehentikan waktu dengan degup penuh rasa dan pipi merona,” timpalmu. “Ingat saat kita bertengkar hebat hanya karena aku diantar oleh senior kampus? Sampai wajahmu merah padam dan tak mau bicara satu minggu,” kalimat itu menggantung, ada getir di sana. “Tangga ini ada dan jadi saksi atas ragam kejadian, Sayang.”

Aku mengangguk pelan tanpa jawaban. Tawa sampai tangis memang kita rekam di sini, tangga ini. Sepotong lapis Surabaya buatanmu kuterima. Ada bahagia memang dalam hati, tapi tak bisa kusembunyikan luka menganga atas nama lelaki tak dikenal dalam ponselmu.

“Maaf,” lirihku.

Tanpa perlawanan berarti tanganku berhasil membuatmu terguling dari hadapanku sampai ke dasar. Tanganmu berusaha mengenali warna darah dari kepala. Hening. Tapi tatapanmu berkata lain ada banyak pertanyaan di sana.

“Kenapa, Mas?” pertanyaan itu terdengar sangat sedih.

“Maaf. Ini aku lakukan karena aku sangat mencintaimu. Tangga ini harus menjadi saksi untuk terakhir kalinya.”

Aku tak kuasa. Luka karena mencintaimu membuatku seperti ini. Aku mencintaimu, oleh karena itu aku takkan biarkan kamu pergi sendiri. Aku melompat melawan gravitasi ke arah tubuhmu. Mata kita kembali bertemu, mungkin ini untuk terakhir kali.

Suaramu kembali menggaung di telingaku, “kenapa, Mas? Kenapa?”

.    .    .

“Mas, kenapa?”

Mataku terbuka, aku merasa kini sedang berada di surga bersamamu. Aku bahagia kita bersama lagi. Tapi tunggu, kenapa kamu membawa lapis Surabaya masih utuh? Bahkan tak ada merah darah mewarnai gaunmu.

“Mas, maaf membuatmu menunggu sampai tertidur di sini. Abang tadi tersesat di komplek, maklum dari kampung,” jelasmu dengan sodoran sepotong lapis Surabaya. “Kami satu ayah beda ibu dan abang sudah sendirian kini.”

“Syukurlah! Maaf aku menaruh curiga tentang lelaki yang sering berbicara di telepon denganmu.”

“Mas jangan menyimpan prasangka, tangga ini saksi kesetiaanku padamu. Happy anniversary.”


I love you


499 kata



18 comments:

  1. “Ada namamu serta namaku bersanding dalam panjatku malam ini,” lanjutku.<< Aww, so sweet bangeeeeeettt :3
    Aku melompat melawan gravitasi ke arah tubuhmu. Mata kita kembali bertemu, mungkin ini untuk terakhir kali. << Sedikit mikir di bagian ini entah kenapa. Ahah, mungkin terlalu lemot akunya :)) mungkin kalo melompat aja aku ga mikir, ditambah melawan gravitasi kok aku malah mikir ya, pemilihan kata nya nice :))mikir lagi mata kembali bertemu, lompatnya pas ke atas istrinya atau saling ngeliat ya? *jitak diri sendiri* :p
    Dari awal jg udh penasaran itu tangga apa ya, dirumah? Tapi kok bs liat bintang dan kawan2nya. Mwihhihi
    "Mas, maaf membuatmu menunggu sampai tertidur disini<< lalu ngakak, dibohongin ceritaaaaaaaa,,jatohnya tiputipuuuuuu :))
    Bagus, idenya seger euy. :3

    ReplyDelete
    Replies
    1. kan kalo melompat itu emang melawan gravitasi dan lebih tinggi. :D

      hihi. :)
      sayang kalo pria seromantis itu harus melakukan niat jahat pada satu-satunya istri yang dia sayangi. ;)

      Delete
    2. Iya itu, aku harus menthabiskan stu sampe dua menit utk berfikir apa bedanya lompat biasa sm yg melawan gravitasi. Hhaha..
      Kesalahan ada di kecepatan ku berfikir :))
      Ah iyaa... Suaminya romanteesss

      Delete
  2. yeay...98% berhasil menyampaikan niat penulis untuk menerangkan "penyakit" itu... [tanya ke penulis --> iya kan?mau yg itu kan? ] :p
    tapi yang ndak paham,mungkin aga' sulit memahami. awalnya ndak paham,tp nginget-nginget sama survey kamu kmaren :)
    *hebaaaaat...

    ReplyDelete
    Replies
    1. aih, iyakah sudah 98%? #berkaca-kaca

      terima kasih, aku terharu

      Delete
  3. jadiii...tangganya ga sungguh2 ada...walaah, saya lebih lemot lagi nih...(*efekpuasa.com)... :)

    ReplyDelete
  4. Apa cik respon aku setelah selesai baca?
    "Alhamdulillaaaaah... >,<"

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihi. sama!
      pertama tercetus idenya bergidik
      tak sangka akhirnya bisa melegakan. :D

      Delete
  5. Btw, suka tampilan baru blognya!
    Eh, dan FF ini juga tentunya :9

    ReplyDelete
  6. Manis ceritanya, semanis lapis surabaya kayaknya xixixi :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih teteh Cia.
      untung baca komennya pas sahur tadi,
      jadinya sempet menikmati manisnya lapis surabaya. :D

      Delete
  7. Diksi dan akurasi dialog yg keren gue kira! So, siapa yg jadi mati? *lemot

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih mas eksak atas complimentnya

      em... kasih tau gak ya~?

      Delete
  8. bagus mas, idenya selalu segar :D

    prasangka buruk itu bisa menguasai pikiran ya.. hati-hati kejadian beneran :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih sudah mampir dan atas apresiasinya

      betul banget, prasangka buruk itu selalu lebih cepat ketimbang pemikiran positif.

      Delete
  9. Menyimpan prasangka seringkali memang berakibat buruk ya?
    Untung aja cuma mimpi...

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul bunda. :D
      yang namanya prasangka bruk itu memang harus dihindari. :D

      Delete