Saturday 19 May 2012

day one

Tik . . . Tok . . . Tik . . . Tok . . .

Hanya itu saja yang sampai saat ini memenuhi penginderaan dan kepalaku. Suara jarum jam yang menyeret waktu demi melanjutkan rotasi kehidupan. Menylap malam pekat jadi siang benderang yang penuh warna. Tak seperti sekarang, dominasi warna hitam tak beri ruang untuk warna lain. Hanya beberapa titik warna merah menyala yang kontras dengan pekat, membentuk angka.

"Ya Rabb, kenapa bisa seperti ini menjelang hari kejayaan?" lirih batinku.

Kedua bola mata ini hanya terpaku pada langit-langit kamar, tertahan, tak bisa terbang lebih jauh. Hatiku mencari dekapan hangat yang selama ini mungkin sudah tak kutemui. Sebuah dekapan penuh dengan rasa sayang, yang bahkan melebihi milik ibu. Kasih sayang yang tak pernah terlihat berkurang untukku.

"Gini jadinya kalo kamu gak pernah mau mengenal siapa dirimu, Mal," gumam hatiku mencoba mengajak pikiran untuk berdialog.


"Kenapa jadi aku? Bukannya kamu yang selalu berusaha buat mengajakku kuat seberat apa pun yang kuhadapi saat itu?" timpal pikiranku tak mau kalah.

Aku mungkin satu-satunya orang paling kurang waras saat ini. Rindu akan kasih sayang tengah malam hingga merasa sedang memediasi antara hati dan pikiran. Seolah ada pertemuan penting antara mereka berdua. Sebuah pertemuan yang sangat eksklusif hingga diadakan tengah malam dan cuma dihadiri olehku seorang.

Waktu memang cuma bergulir hanya 4 jam dari sejak kedatanganku tadi. Namun rasanya sudah melewati satu malam yang sangat panjang dan menjemukan. Tak ada kegiatan yang bisa kulakukan selain menekuk kedua kaki secara bergantian atau melemaskan jemari kiriku yang mulai terasa kaku.

Pandanganku mulai mencoba menembus langit-langit ruangan. Sepenuh hati aku kerahkan tenaga hingga punggung ini seolah siap terlontar dari tempat tidur. Tak ada perubahan berarti dari badanku, hanya lengan kananku mencoba menggapai sesuatu yang kosong dihadapan pandanganku.

"Engkau dimana saat ini Tuhan? Aku ingin Kau peluk. Itu saja. Tak lebih."

Rasanya seluruh tenaga kukerahkan namun tak ada yang bisa kugapai saat ini, nihil. Semuanya terasa semu dan abu-abu, samar tak ada yang nyata secara jelas. Hingga seketika, air mataku membuncah. Ada rasa sedih dan kesepian di relung hati. Kosong, sudah tak ada kehangatan yang bisa dirasa. Mataku terpejam tanpa aba-aba saat ini. Gelap dan menghitam semuanya. Hanya ada aku yang memediasi antara hati dan pikiran juga mungkin, Tuhan.

. . . . to be continued

No comments:

Post a Comment